BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perekonomian
dunia dalam dasawarsa terakhir sedang mengalami perubahan yang sangat mendasar.
Terjadi pertumbuhan ekonomi yang tidak menentu yang mengarah pada situasi
krisis finasial. Salah satu sebab finasial yang
terjadi di dunia disebabkan oleh karena tidak bekerjanya Ilmu Ekonomi
yang selama ini menopang konsep sistem keuangan dalam meramalkan krisis yang
sedang melanda dunia.[1] Kemudian
perkembangan ekonomi dan keuangan konfensiaonal mencari model ekonomi yang lebih
komprehensif dan holistis. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan solusi yang
lebih baik dalam menghadapi masalah perekonomian. Dan tahukah bahwa salah satu
jalan keluarnya adalah dengan mengembangkan sistem Ekonomi Islam. Mereka
mengetahui bahwa didalam ekonomi Islam terdapat sistem ekonomi yang lebih baik.
Islam mampu memberikan kontribusi dalam memperbaiki sistem ekonomi dunia dengan
pendekatan menyeluruh yaitu dengan konsep Islam Kâffah. dengan kata lain
dalam Islam terdapat pendekatan yang lebih komprehensif dan histolis. Salah
satu instrumen syariah adalah obligasi atau dalam Istilah syariah di sebut Sukuk.
Obligasi merupakan salah satu instrumen pasar modal syari’ah, disamping
saham syari’ah dan reksa dana syari’ah. Pada awalnya banyak kalangan yang
meragukan dari keabsahan obligasi syari’ah. Mengingat obligasi syari’ah
merupakan surat bukti kepemilikan hutang, yang dalam islam sendirihal tersebut
tidak diakui.
Lembaga
bisnis Islami (syariah) merupakan salah satu instrument yang digunakan untuk
mengatur aturan-aturan ekonomi Islam. Sebagai bagian dari sistem ekonomi,
lembaga tersebut merupakan bagian dari keseluruhan sistem sosial. Oleh karenanya,
keberadaannya harus dipandang dalam konteks keseluruhan keberadaan masyarakat
(manusia), serta nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
Namun demikian,
sebagaimana pengertian bank syari’ah adalah bank yang menjalankan prinsip
syari’ah, tetap menghimpun dan menyalurkan dana, tetapi tidak dengan dasar
bunga, demikian juga adanya pergeseran pengertian pada obligasi. Mulanya
dikenal sebagai instrumen fixed income karena memberikan kupon
dengan bunga tetap (fixed) sepanjang tenornya.
Kemudian
dikembangkan pula obligasi dengan kupon bunga mengambang (floating) sehingga
bunga yang diterima pemegang obligasi tidak lagi tetap. Dalam hal obligasi
syari’ah, kupon yang diberikan tidak lagi berdasarkan bunga, tetapi bagi hasil
atau margin/fee.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Obligasi
Syariah?
2. Apa saja fungsi Obligasi berdasarkan
definisinya?
3. Bagaimana sejarah dari Obligasi Syariah?
C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui pengertian dari Obligasi
Syariah.
2. Mengetahui fungsi Obligasi berdasarkan denfinisnya.
3. Mengetahui bagaimana sejarah dari
Obligasi Syariah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Obligasi.
1.
Obligasi
Obligasi
terdapat dua definisi, Obligasi atau bond, adalah surat utang jangka
panjang yang dikeluarkan oleh peminjam, dengan kewajiban untuk membayar kepada bond
holder (pemegang obligasi) sejumlah bunga yang ditetapkan sebelumnya. Obligasi merupakan surat berharga yang sering
beredar dalam kegiatan pasar modal di Indonesia.[2]
Obligasi
adalah suatu kesepakatan yang berisikan sebuah perjanjian atau kesepakatan.
Janji di dalam obligasi merupakan janji untuk membayar sejumlah uang pada waktu
tertentu, yaitu pada tanggal jatuh tempo (maturity
date) sesuai yang telah ditentukan.
Dengan demikian, dalam surat obligasi sudah ada kesepakatan bahwa di dalam
utang tersebut akan diberikan bunga yang sudah disepakati anatara kedua belah
pihak (anatara pemegang obligasi dengan peminjam), dan akan bergantung juga
terhadap pertumbuhan bunga, apakah bunga mengambang atau bunga tetap.
Dan ada pula definisi lainnya, bahwa yang dimaksud obligasi adalah suatu
pernyataan utang dari penerbit obligasi
(peminjam) kepada pemegang obligasi (bond holder) dan janji untuk
membayar kembali pokok utang beserta kupon bunganya kelak pada saat tanggal
jatuh tempo pembayaran.
Menurut Pasal 1 butir 34 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1548/KMK.013/1990
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
1199/KMK.010/1991, “obligasi adalah utang dari emiten yang mengandung janji
pembayaran bunga atau janji lainnya serta pelunasan pokok pinjaman yang
dilakukan pada tanggal jatuh tempo, sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sejak
tanggal emisi.”
Dengan demikan, secara umum pada hakikatnya obligasi adalah surat tagihan
utang atas beban tanggungan pihak yang menerbitkan atau mengeluarkan obligasi. Obligasi dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal dimasukkan ke dalam pengertian efek.
Obligasi
pada umumnya diterbitkan untuk jangka waktu tetap di atas 10 tahun. Misalnya
saja pada obligasi pemerintah Amerika yang disebut U.S. Treasury Securities diterbitkan
untuk masa jatuh tempo 10 tahun atau lebih. Surat utang berjangka waktu 1
hingga 10 tahun disebut “surat utang” dan utang di bawah 1 tahun disebut Surat
Perbendaharaan. Di Indonesia, surat berjangka waktu 1 hingga 10 tahun yang
diterbitkan oleh pemerintah disebut Surat Utang Negara (SUN) dan utang di bawah
1 tahun yang diterbitkan pemerintah disebut Surat Perbendaharaan Negara (SPN).[3]
Secara
ringkasnya Obligasi adalah utang , namun dalam bentuk sekuriti. Penerbit
obligasi merupakan si peminjam atau debitor, sedangkan pemegang obligasi
disebut si pemberi pinjaman atau kreditor. Dan yang dimaksud “kupon”
obligasi adalah bunga yang harus dibayar oleh debitor kepada kreditor.
Dengan penerbit obligasi ini memungkinkan memperoleh pembiayaan investasi
jangka panjangnya dengan sumber dana dari luar persuahaan.
Pada
beberapa negara, istilah obligasi ”obligasi”
dan “surat utang” dipergunakan tergantung pada waktu jatuh temponya. Pelaku
pasar biasanya menggunakan istilah obligasi ini untuk penerbitan surat utang
dalam jumlah besar yang ditawarkan secara luas kepada publik dan istilah “surat
utang” digunakan bagi penerbitan surat utang dalam skala kecil biasanya
ditawarkan kepada sejumlah kecil investor. Tidak ada batasan yang jelas dalam
pengguaan istilah obligasi ini seperti istilah “surat perbendaharaan” yang
digunakan bagi pihak yang berpenghasilan tetap dengan masa jatuh tempo (maturity date) 3 tahun atau kurang.
Obligasi memliki risiko yang
tertinggi dibandingkan dengan “surat utang” yang memliki risiko menengah dan
“surat perbendaharaan” yang memiliki risiko terendah yang mana jika dilihat
dari sisi durasi surat utang, dimana semakin pendek durasinya memiliki risiko
makin rendah.[4] Penerbitan obligasi melibatkan
perjanjian antara dua pihak, yaitu pihak penerbit(issuer) dengan
pihak pembeli pinjaman (investor/bondholder). Dalam kontrak
perjanjian tersebut biasanya berisi beberapa hal, diantaranya:
1. Besarnya tingkat kupon serta periode pembayaran
2. Jangka waktu jatuh tempo
3. Besarnya nominal
4. Jenis
obligasi
2.
Obligasi
Syariah
Sedangkan yang dimaksud dengan obligasi syari’ah
sebagaimana Fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) No.32/DSN-MUI/IX/2002, obligasi
syari’ah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan
prinsip syari’ah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syari’ah yang
mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syari’ah
berupa bagi hasil atau margin atau fee, serta membayar kembali dana obligasi
pada saat jatuh tempo.
Walaupun masih ada sebagian ulama yang
mempertanyakan kebolehan obligasi syari’ah, namun obligasi syari’ah di
Indonesia telah dipayungi kehalalannya oleh Fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN)
bernomor 32/DSN-MUI/IX/2002. Dua obligasi yang beredar bernomor
32/DSN-MUI/IX/2002, yaitu obligasi syari’ah mudharabah dan obligasi syari’ah
ijarah. Masing-masing disahkan oleh Fatwa DSN –MUI No.33/DSN-MUI/IX/2002 dan
fatwa DSN-MUI No.41/DSN-MUI/111/2004.
Adapun kaidah syari’ah untuk obligasi syari’ah ini
adalah :
1.
Bersifat mudharabah karena tidak
harus menanggung rugi.
2.
Dapat menerima pembagian dari
pendapatan (revenue sharing) dimana emiten mengikat diri untuk
membatasi penggunaan pendapatan sebagai biaya usaha.
3.
Dapat dijual dibawah nilai paru
(modal awal) kalau perusahaan mengalami kerugian.
4.
Perubahan nilai pasar bukan
berarti perubahan jumlah utang.
Melalui fatwanya, DSN
sebenarnya mengkategorikan tiga jenis pemberian keuntungan kepada investor
pemegang Obligasi Syariah. Yaitu, pertama adalah berupa bagi
hasil kepada pemegang Obligasi Mudharabah atau Musyarakah.Kedua,
keuntungan berupa margin bagi pemegang Obligasi Murabahah, Salam atau Istishna.
Dan ketiga, berupa fee (sewa) dari aset yang disewakan untuk
pemegang Obligasi dengan akad Ijarah. Pada prinsipnya, semua Obligasi Syariah
adalah surat berharga bukti investasi jangka panjang yang berdasarakan prinsip
syariah Islam. Namun yang membedakan adalah akad dan transaksinya.
Adapun transaksi
sukuk yang berlaku di Indonesia adalah sebagai berikut:
1.
Obligasi Mudharabah
Dimana obligasi
mudharabah memakai akad bagi hasil pada saat pendapatan emiten telah di ketahui
dengan jelas. Penerapan mudharabah dalam obligasi cukup sederhana. Emiten
bertindak selaku mudharib (pegelola dana) dan investor bertindak selaku
shahibul mal, alias pemilik modal. Keuntungan yang diperoleh investor
merupakan bagian proporsional keuntungan dari pengelolaan dana oleh investor.
Menyikapi adanya indikasi bahwa terdapat kontradiksi antara mudharabah dan
obligasi dalam definisi, serta masih adanya anggapan bahwa obligasi syariah
mudharabah sejatinya tetaplah sebagai surat hutang, lebih lanjut, Hakim
mengatakan bahwa transaksi mudharabah dalam konteks obligasi syariah
mudaharabah ini adalah transaksi investment, bukan hutang piutang. Karena
investment merupakan milik pemilik modal, maka ia dapat menjualnya kepada pihak
lain. Prinsip inilah yang mendasari dibolehkan adanya secondary market bagi
obligasi mudharabah.
2. Obligasi
Ijarah
Dimana obligasi
ijarah memakai akad sewa menyewa sehingga kupon (fee ijarah) bersifat tetap,
dan bisa diperhitungkan sejak awal obligasi diterbitkan
B.
Sejarah
Obligasi Syariah
Sesungguhnya, sukuk / obligasi
syariah ini bukan merupakan istilah yang baru dalam sejarah Islam. Istilah
tersebut sudah dikenal sejak abad pertengahan, dimana umat Islam menggunakannya
dalam konteks perdagangan internasional. Sukuk merupakan bentuk jamak dari
kata sakk yang memiliki arti yang sama dengan sertifikat atau
note. Ia dipergunakan oleh para pedagang pada masa itu sebagai dokumen yang menunjukkan
kewajiban finansial yang timbul dari usaha perdagangan dan aktivitas komersial
lainnya. Namun demikian, sejumlah penulis Barat yang memiliki concern terhadap
sejarah Islam dan bangsa Arab, menyatakan bahwa sakk inilah
yang menjadi akar kata “cheque” dalam bahasa latin, yang saat ini telah
menjadi sesuatu yang lazim dipergunakan dalam transaksi dunia perbankan
kontemporer.
Dalam perkembangannya, the
Islamic Jurispudence Council (IJC) kemudian mengeluarkan fatwa yang
mendukung berkembangnya sukuk. Hal tersebut mendorong Otoritas Moneter Bahrain
(BMA – Bahrain Monetary Agency) untuk meluncurkan salam sukuk berjangka
waktu 91 hari dengan nilai 25 juta dolar AS pada tahun 2001. Kemudian Malaysia
pada tahun yang sama meluncurkan Global Corporate Sukuk di
pasar keuangan Islam internasional. Inilah sukuk global yang pertama kali
muncul di pasar internasional.
Selanjutnya, penerbitan sukuk di
pasar internasional terus bermunculan bak cendawan di musim hujan. Tidak
ketinggalan, pemerintahan di dunia Islam pun mulai melirik hal tersebut.
Sebagai contoh, pada tahun 2002 pemerintah Malaysia menerbitkan sukuk dengan
nilai 600 juta dolar AS dan terserap habis oleh pasar dengan cepat, bahkan
sampai terjadi over subscribe. Begitu pula pada Desember 2004,
pemerintah Pakistan menerbitkan sukuk di pasar global dengan nilai 600 juta
dolar AS dan langsung terserap habis oleh pasar. Dan masih banyak contoh
lainnya.
Harus kita akui, bahwa sukuk atau
obligasi syariah ini adalah salah satu bentuk terobosan baru dalam dunia keuangan
Islam, meskipun istilah tersebut adalah istilah yang memiliki akar sejarah yang
panjang. Inilah salah satu bentuk produk yang paling inovatif dalam
pengembangan sistem keuangan syariah kontemporer.
Pasar modal syari’ah telah diluncurkan pada tanggal 14 maret 2003. Mucul
harapan bahwa pasar modal yang di dasari prinsip syari’ah dapat berkembang
lebih besar lagi. Pasar modal syari’ah diharapkan dapat mendorong pertumbuhan
institusi-institusi (lembaga keuangan) syari’ah dan instrumen-instrumen syari’ah.
Salah satu instrumen syari’ah yang diperkirakan akan berkembang pesat adalah
obligasi syari’ah.
Memang terdapat keterkaitan yang erat dalam upaya pengembangan pasar modal
syari’ah ini. Pasar, instrumen, dan institusi menjadi komponen yang saling
mendukung dalam sistem keuangan syari’ah. Satu institusi skan membutuhkan
pasar, instrumen, dan institusi lainnya.
Ketika bank syari’ah dikembangkan, muncullah untuk membuat pasar uang
syari’ah. Pada saat reksa dana syari’ah dimunculkan, perlu instrumen halal untuk
penyaluran penempatan fortofolio-nya. Demikian juga dengan asuransi dan dana
pensiun syari’ah. Lembaga keuangan syariah ini memerlukan bank syari’ah,
membutuhkan pasar modal syariah dengan saham halal dan obligasi syariahnya.
Ketika suatu emiten yang tercatat di bursa ingin dikatakan tergolong syariah,
boleh jadi emiten tadi memerlukan obligasi syariah sebagai pendanaan
alternatifnya.
C.
Jenis
Obligasi Berdasarkan Definisinya.
Dengan
meningkatnya pembangunan nasional dan semakin berkembangnya kepentingan di
lingkungan ekonomi, saat ini diperlukan dana investasi yang jumlahnya cukup
besar yang sejauh mungkin pelaksanaannya diutamakan dari sumber pembiayaan
dalam negeri berdasarkan kemampuan perorangan. Dalam pembangunan tersebut pihak
swasta sangat diharapkan guna menambah pembiayaan, agar dana yang ada ditangan
masyarakat apat diarahkan kepada usaha yang produktif yang akan mengantarkan
semua pihak yang terlibat mencapai kesejahteraan.
Kebijakan
pemerintah yang dalam masalah ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada
badan-badan usaha untuk mengambil pinjaman dengan cara menawarkan obligasi
kepada masyarakat melalui bursa efek.
Telah disebutkan di atas bahwa obligasi adalah surat
utang jangka panjang yang dukeluarkan oleh peminjam, dengan kewajiban untuk
membayar kepada bond holder beserta
bunga tetap yang telah ditetapkan sebelumya. Obligasi
merupakan salah satu bentuk surat berharga yang marak beredar di Indonesia.
Berdasarkan
definisinya, obligasi dibagi menjadi 6 (enam) jenis, yaitu sebagai berikut:
1.
Debentures,
yaitu surat utang jangka panjang yang
tidak dijamin (unsecured) dengan aset
tertentu.
2.
Subordinated
Debentures, yaitu surat utang yang pengakuan
klaimnya berada setelah secured-debt dan
utan jangka panjang lainnya.
3.
Mortgage
Bonds, yaitu surat utang yang dijamin dengan
properti. Biasanya, nilai properti yang dijamin tersebut lebih besar dari mortgage bond yang dikeluarkan.
4.
Zero
and Very Low Coupon Bonds, yaitu surat utang yang
dikeluarkan dengan sedikit atau ntanpa pembayaran bunga tahunan.
5.
Junk Bonds, yaitu
surat utang yang memiliki rating rendah, dan biasanya dikeluarkan oleh
perusahaan yang mengalami masalah keuangan.
6.
Eurobonds,
yaitu surat utang yang dikeluarkan di
negara di mana mata uang yang tertera pada surat utang.[5]
D.
Fungsi
Obligasi
Obligasi
dan saham keduanya merupakan instrumen keuangan yang disebut sekuriti, namun
bedanya adalah pemilik saham menjadi bagian dari pemilik perusahaan penerbit
saham, sedangkan obligasi ialah semata hanya bentuk pemberi pinjaman kepada
penerbit obligasi. Obligasi juga biasanya memliki suatu jangka waktu yang
ditetapkan di mana setelah jangka waktu telah tiba, maka obligasi dapat
diuangkan ( maksudnya adalah pelunasan utang beserta bunga yang disepakati).
Berbeda dengan saham yang dapat dimiliki selamanya karena saham bersifat
perorangan, naik dan turunya saham berdasarkan pihak yang mengelola saham
tersebut.
Obligasi
hanya dapat diterbitkan oleh badan hukum, baik berbentuk hukum perseroan
ataupun bentuk hukum lainnya. Berbeda dengan hak-hak yang dimiliki oleh
pemegang saham, pemegang obligasi tidak mempunyai hak suara mapun hak atas dividen (pembagian keuntungan). Pemegang
obligasi hanya berhak atas bunga dan atas pelunasan pinjaman pada waktu
pinjaman berakhir tanpa memperdulikan untung rugi perusahaan
E.
Dasar Landasan Obligasi
Syariah
1.
Firman Allah SWT :
·
Al-Baqarah ayat 275
“Dan Allah
menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba . . .”
·
Al-Mujamil ayat 20
“Dan sebagian mereka berjalan di
muka bumi mencari karunia Allah”
2.
Sabda Rasulullah SAW:
“Tiga
bentuk usaha yang didalamnya mengandung barakah: yaitu jual-beli secara
tangguh, mudharabah/kerjasama dalam bagi hasil dan mencampur gandum dengan
kedelai (hasil keringat sendiri) untuk kepentingan keluarga bukan untuk dijual”.
(HR. Ibnu Majah)
3.
Fatwa Dewan Syariah
Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No.32/DSN-MUI/IX/2002, tentang
obligasi syariah.
F.
Perbedaan
Obligasi Syariah dan Obligasi Konvensional
Ada
beberapa perbedaan antara obligasi syariah dan obligasi konvensional. Yakni
sebagai berikut:
1.
Tingkat pendapatan
dalam obligasi syariah berdasarkan kepada tingkat resiko bagi hasil
(nisbah) yang besarnya telah disepakati oleh pihak emiten dan investor,
sedangkan pada obligasi konvensional menekankan pendapatan investasi
berdasarkan tingkat suku bunga.
2.
Sistem pengawasan obligasi
syariah selain diawasi oleh pihak wali amanat, mekanismenya juga diawasi
oleh Dewan Pengawas Syariah (dibawah Majelis Ulama Indonesia) sejak dari
penerbitan obligasi sampai akhir dari masa penerbitan obligasi tersebut. Dengan
adanya sistem ini, maka prinsip kehati-hatian dan perlindungan kepada investor
obligasi syariah diharapkan bisa lebih terjamin, sedangkan obligasi
konvensional pengawasanya hanya dilkukan oleh pihak wali amanat.
3.
Jenis industri yang
dikelola oleh emiten obligasi syariah serta hasil pendapatan perusahaan
penertbit obligasi harus terhindar dari unsur nonhalal, dan juga harus
bersifat berdasarkan transaksi riil, mengandung asas manfaat, dengan dasaar
uang bukan sebagai komoditas, serta tidak mengenal time value of money. Sedangkan pada obilgasi konvensional
tidak terdapat batasan apakah industri yang dikelola penerbit sesuai syariah
atau tidak, tidak diharuskan berdasarkan transaksi riil, berdasar atas
utilitas, serta uang menjadi komoditas, dan menganut time value of money dan opportunity
cost.[6]
4.
Dari sisi orientasi, obligasi
konvensional hanya memperhitungkan keuntungannya semata. Tidak demikian
pada obligasi syariah, disamping memperhatikan keuntungan, obligasi
syariah harus memperhatikan pula sisi halal-haram, artinya setiap investasi
yang diharamkan dalam obligasi pada produk-produk yang sesuai dengan prinsip
syariah.
5.
Obligasi konvensional,
keuntungannya didapat dari besaran bunga yang ditetapkan, sedangkan obligasi
syariah keuntungan akan diterima dari besarnya margin/fee yang ditetapkan
ataupun dengan sistem bagi hasil yang didasakan atas aset dan prooduksi.
6.
Obligasi syariah
disetiap transaksinya ditetapkan berdasarkan akad. Diantaranya adalah
akad mudharabah, musyarakah, murabahah, salam, istisna,dan ijarah. Dana yang
dihimpun tidak dapat diinvestasikan kepasar uang dan atau spekulasi di lantai
bursa. Sedangkan untuk obligasi konvensional tidak terdapat akad
disetiap transaksinya.
G.
Obligasi Sebagai
Investasi Pendanaan
Bagi dunia usaha, obligasi tentunya
dapat diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan yang makin berperan
mengingat aliran dana yang kini lebih cenderung ke portofolio obligasi dan
saham. Kecenderungan tersebut menggambarkan bahwa permintaan akan instrumen
obligasi akan semakin besar di kemudian hari. Khususnya di era globalisasi, di
mana pasar modal Indonesia akan terintegrasi dengan pasar modal internasional,
maka mau tidak mau fund manager asing akan mengalihkan investasinya ke efek-
efek yang ada di bursa, termasuk pula efek obligasi yang dikeluarkan oleh
perusahaan- perusahaan lokal. Proyek- proyek tersebut dalam operasionalnya
membutuhkan dana yang tidak sedikit dan kebutuhan dana tersebut salah satunya
dapat dipenuhi melalui pasar modal.
Selama ini, jenis obligasi yang
diterbitkan di pasar modal Indonesia adalah obligasi biasa dan obligasi
konversi, dengan tingkat bunga tetap dan tingkat bunga mengambang. Besarnya
tingkat bunga tetap rat- rata 15,25% sampai dengan 23%, sedangkan untuk tingkat
bunga mengambang selalu ditetapkan sekitar ¾ atau 1% di atas bunga deposito.
Rata- rata jangka waktu yang dipakai adalah 5 tahun dan paling lama 12 tahun.
Adanya isu harga jatuh bahwa
Indonesia dikorner oleh pasar pada penjualan obligasi tersebut. Investor
sengaja melepas obligasi Indonesia di pasar sehingga harganya jatuh, atau imbal
hasilnya naik. Perlu dikemukakan disini bahwa harga obligasi berbanding terbalik
dengan imbal hasil. Apabila harga obligasi turun, imbal hasil akan naik. Dengan
demikian, investor dapat meminta imbal hasil yang lebih tinggi untuk penerbitan
surat utang Indonesia yang baru. Memang, tren spead dari RI dan RI 37 dengan US- Tteasury terlihat naik sejak
November 2007.
Sementara itu, rekam jejak Indonesia
di pasar obligasi global masih relatif pendek. Ini membuat Indonesia harus
memberikan imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain, yang
peringkatnya sama dengan Indonesia.
Indonesia baru menerbitkan obligasi
global pada tahun 2004, sedangkan Filipina dan Turki sudah cukup lama
menerbitkan obligasi global. Jadi kedua negara itu sudah relatif lebih dikenal
di pasar obligasi global. Jadi, kedua negara itu sudah relatif dikenal di pasr
obligasi global, dan karena itu lebih dipercaya. Akibatnya, selisih imbal hasil
obligasi Indonesia dengan US-Treasury
secara konsisten berada di atas negara- negara tersebut. Indonesia nampaknya
harus lebih sering menerbitkan obligasi global bila ingin mendapat perlakuan
yang sama. Namun, ini tentunya sesuai dengan kebutuhan APBN.[7]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
·
Obligasi Syariah
adalah suatu kesepakatan yang berisikan sebuah perjanjian atau kesepakatan.
Janji di dalam obligasi merupakan janji untuk membayar sejumlah uang pada waktu
tertentu, yaitu pada tanggal jatuh tempo (maturity
date) sesuai yang telah ditentukan.
·
Fungsi Obligasi dan saham keduanya merupakan instrumen keuangan yang disebut sekuriti,
namun bedanya adalah pemilik saham menjadi bagian dari pemilik perusahaan
penerbit saham, sedangkan obligasi ialah semata hanya bentuk pemberi pinjaman
kepada penerbit obligasi.
·
Sejarah dari Obligasi Syariah
Istilah tersebut sudah dikenal sejak abad pertengahan, dimana umat Islam
menggunakannya dalam konteks perdagangan internasional. Sukuk merupakan bentuk
jamak dari kata sakk yang memiliki arti yang sama dengan sertifikat
atau note. Ia dipergunakan oleh para pedagang pada masa itu sebagai dokumen
yang menunjukkan kewajiban finansial yang timbul dari usaha perdagangan dan
aktivitas komersial lainnya. Namun demikian, sejumlah penulis Barat yang
memiliki concern terhadap sejarah Islam dan bangsa Arab,
menyatakan bahwa sakk inilah yang menjadi akar kata “cheque”
dalam bahasa latin, yang saat ini telah menjadi sesuatu yang lazim dipergunakan
dalam transaksi dunia perbankan kontemporer.
DAFTAR PUSTAKA
Sutedi, Ardian. 2009. Aspek Hukum
Obligasi dan Sukuk, Jakarta: Sinar Grafika,
http://obaybhochept.blogspot.com/2012/11/pengertian-sejarah-dasar-hulum-dan.html ( Jumat, 15 Maret 2013 13:20 )
Sutedi, Ardian. 2009. Aspek Hukum
Obligasi dan Sukuk, Jakarta: Sinar Grafika,
Nurul
Huda & Mustafa Edwin Nasution, Current
Issues Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Kencana, 2009.
Arthur J. Keown, et al.,
Basic Financial Management, 7th Edition, (Prentice Hall International,
1996).
[2]Arthur J. Keown, et al.,
Basic Financial Management, 7th Edition, (Prentice Hall International,
1996), hlm. 252.
[3] Ardian Sutedi, Aspek Hukum Obligasi dan Sukuk, Jakarta:
Sinar Grafika, 2009, hlm. 2.
[5] Ibid., Keown, Arthur J., et al., hlm. 252
0 Komentar