BAB I
PENDAHULUAN
Kebebasan berkomunikasi di
Indonesia sedianya telah diatur oleh undang-undang 1945 pasal 28 F yang
berbunyi ‘Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi
untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk
mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi
dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.Pada bagian pasal yang
menyebutkan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran
yang tersedia, ada pihak yang bekerja dengan berdasarkan hal tersebut.
Pihak tersebut dikenal dengan nama pers.
Sejak dahulu pers telah ada di
Indonesia. Pada masa sebelum kemerdekaan, pers di Indonesia pernah menyampaikan
berita kekalahan Jepang, yang menyebabkan semakin besarnya keinginan rakyat
untuk merdeka. Pada masa orde lama pers di Indonesia mengabarkan berita-berita
seperti sepak terjang Belanda yang ingin kembali menjajah tanah air maupun
pemberontakan- pemberontakan yang terjadi pada masa itu. Pemerintah orde baru
di Indonesia merupakan rezim pemerintahan yang sangat membatasi kebebasan
pers . Hal ini terlihat, dengan keluarnya Peraturna Menteri Penerangan No.
1 tahun 1984 tentang Surat Izin Usaha penerbitan Pers (SIUPP), yang dalam
praktiknya ternyata menjadi senjata ampuh untuk mengontrol isi redaksional pers
dan pembredelan.
Kini, berkat campur tangan mahasiswa
Indonesia memasuki masa reformasi yang juga dialami oleh pers. Berbeda dengan
pada masa pemerintahan orde baru, pers tidak perlu sembunyi lagi dalam
menyampaikan berita. Semua ditampilkan apa adanya, seperti rekaman percakapan
Artalytha dengan jaksa Urip. Pers sendiri menyebutnya dengan kebebasan pers.
Namun, apakah kebebasan pers yang dimaksud sudah sesuai dengan undang-undang
maupun kode etik ataukah masih banyak pelanggaran pers yang terjadi? Hal
inilah yang akan dibahas lebih lanjut dalam isi makalah ini.
BAB II
ISI
A. Fungsi dan Peran
Pers dalam Masyarakat
Istilah pers berasal
dari bahasa Belanda, yang berarti dalam bahasa Inggris berarti press. Secara
harfiah pers berarti cetak, dan secara maknafiah berarti penyiaran secara
tercetak atau publikasi secara dicetak. Dalam pandangan orang awam,
jurnalistik dan pers seolah sama atau bisa dipertukarkan satu sama lain.
Sesungguhnya tidak, jurnalistik menujuk pada proses kegiatan, sedangkan pers
berhubungan dengan media. Dapat dikatakan pers adalah suatu lembaga sosial dan
wahana komunikasi massa yang menjalankan kegiatan jurnalistik meliputi mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam
bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar serta data grafik maupun dalam
bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala
jenis saluran yang tersedia. Dimana pers saat ini tidak hanya terbatas pada
media cetak maupun media elektronik tetapi juga telah merambah ke berbagai
medium infromasi seperti internet.
Berdasarkan ketentuan
pasal 33 UU No. 40 tahun 1999 tentang pers, fungi
pers ialah sebagai
· media informasi : dengan kata lain
informasi yang disajikan oleh pers haruslah akurat, up to date, data
yang disajikan tidak setengah-setengah/kurang lengkap, tentunya disajikan
dengan menarik. Karena jika tidak memenuhi kriteria diatas pers tersebut tidak
akan bisa menarik perhatian masyarakat maupun kepercayaaan masyarakat berkurang
pada pihak pers tersebut.
· pendidikan : informasi yang
disajikan hendaknya bersifat mendidik, dengan kata lain penting adanya
menyajikan informasi berdasar data yang valid serta lengkap dan jelas.
· hiburan : tentunya dengan
menyampaikan informasi ringan nan menghibur, maupun cerita – cerita lucu,
fungsi pers dapat menjadi media pelepas stress.
· kontrol sosial : terkandung makna
demokratis yang didalamnya terdapat unsur-unsur sebagai berikut:
1. Social particiption
yaitu keikutsertaan rakyat dalam
pemerintahan.
2. Social responsibility
yaitu pertanggungjawaban
pemerintah terhadap rakyat.
3. Social support yaitu
dukungan rakyat terhadap pemerintah.
4.
Social Control yaitu kontrol masyarakat terhadap tindakan-tindakan pemerintah.
· Lembaga Ekonomi: pers adalah suatu
perusahaan yang bergerak dibidang pers dapat memamfaatkan keadaan disekiktarnya
sebagai nilai jual sehingga pers sebagai lembaga sosial dapat memperoleh
keuntungan maksimal dari hasil produksinya untuk kelangsungan hidup lembaga
pers itu sendiri.
Sementara Pasal 6 UU Pers menegaskan
bahwa pers nasional melaksanakan peranan yaitu untuk memenuhi hak masyarakat
seperti:
· mengetahui menegakkkan nilai-nilai
dasar demokrasi,
· mendorong terwujudnya supremasi
hukum dan hak asasi manusia,
· menghormati kebhinekaan
mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar
melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan kepentingan umum serta,
· memperjuangkan keadilan dan
kebenaran
Berdasarkan fungsi dan peranan
pers yang demikian, lembaga pers sering disebut sebagai pilar keempat demokrasi
(the fourth estate) setelah lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif ,
serta pembentuk opini publik yang paling potensial dan efektif. Fungsi peranan
pers itu baru dapat dijalankan secara optimal apabila terdapat jaminan
kebebasan pers dari pemerintah.
B. Kebebasan Pers
di Masyarakat : Perlukah dibatasi?
Hingga saat ini sejauh mana
kebebasan pers di Indonesia masih diperdebatkan. Pihak pers menganggap
kebebasan pers masih kurang dan terlalu dibatasi oleh undang-undang. Masyarakat
berpendapat sebaliknya. Menilik berbagai pelanggaran kode etik yang dilakukan
pers, ada pendapat bahwa undang- undang yang mengatur kebebasan pers perlu
direvisi kembali agar pihak pers tidak ‘kebablasan’.Berbicara mengenai
perubahan dalam dunia pers menjadi suatu hal yang pada saat ini berada dalam
suatu persimpangan dan dikotomi, apakah akan dianut kebebasan pers secara murni
sebagaimana di negara-negara industri atau barat, ataukah pers yang akan tetap
berada dalam batasan hukum, yang dalam hal ini adalah batasan hukum pidana.
Mengenai nilai-nilai
kebebasan pers sendiri, hal tersebut telah diakomodir di dalam UUD 1945 yang
telah diamandemen, yaitu diatur dalam Pasal 28, Pasal 28 E Ayat (2) dan (3)
serta Pasal 28 F. Oleh karena itu jelas negara telah mengakui bahwa kebebasan
mengemukakan pendapat dan kebebasan berpikir adalah merupakan bagian dari
perwujudan negara yang demokratis dan berdasarkan atas hukum.
Namun demikian, perlu
disadari bahwa insan pers tetaplah warga negara biasa yang tunduk terhadap
hukum yang berlaku di Indonesia. Dalam hal ini, bagaimanapun juga asas
persamaan dihadapan hukum atau equality before the law tetap berlaku terhadap
semua warga negara Indonesia termasuk para wartawan, yang notabene adalah insan
pers.
Asas persamaan di
hadapan hukum tersebut juga diatur secara tegas dalam UUD 1945 yang telah diamandemen
yaitu di dalam Pasal 27 Ayat (1) dan Pasal 28 D Ayat (1). Dengan demikian para
insan pers di Indonesia tidak dapat dikecualikan atau memiliki kekebalan
(immune) sebagai subyek dari hukum pidana dan harus tetap tunduk terhadap Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yang berlaku di Indonesia.
Salah satu contoh hangat
tentang tidak sesuainya kebebasan pers di Indonesia, yaitu diInstitut Pemerintahan Dalam Negeri
(IPDN) secara sensasional media pers membuat foto, nama lengkap dosen dan
mahasiswa yang melakukan hubungan intim termasuk mahasiswa yang melakukan
aborsi. Selain itu, hukum cambuk bagi bukan suami istri berkencan di NAD
disiarkan foto dan identitasnya. Sangat sedikit media berusaha menghindari
pelanggaran etika dalam pemberitaan itu.Padahal dalam kode etik
jurnalistik pasal 5 disebutkan bahwa “Wartawan Indonesia tidak menyebutkan
dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan
identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.”
Akan tetapi, hal
tersebut bukan berarti kebebasan pers telah dikekang oleh undang-undang.
Justru, konsep berpikir yang harus dikembangkan adalah perangkat
perundang-undangan tersebut dibuat dan diberlakukan dengan tujuan untuk
membentuk pers yang seimbang, transparan dan profesional.Bagaimanapun juga
harus diakui bahwa pers di Indonesia belum seluruhnya telah menerapkan suatu
kualitas pers yang profesional dan bertanggung jawab dalam membuat pemberitaan.
Oleh karena itu kebebasan pers perlu diberikan pembatasan-pembatasan paling
tidak melalui rambu hukum, sehingga pemberitaan yang dilakukan oleh pers, dapat
menjadi pemberitaan pers yang bertanggung jawab.Yang menjadi masalah dalam
pemberitaan pers adalah jika pemberitaan pers digunakan sebagai alat untuk
memfitnah atau menghina seseorang atau institusi dan tidak mempunyai nilai
berita (news), dan di dalam pemberitaan tersebut terdapat unsur kesengajaan
(opzet) dan unsur kesalahan (schuld) yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana.
Jadi yang perlu ditekankan disini adalah, pidana tetap harus diberlakukan
terhadap pelaku yang dengan sengaja melakukan penghinaan atau fitnah dengan
menggunakan pemberitaan pers sebagai media. Sementara kebebasan pers untuk
melakukan pemberitaan jika memang dilakukan secara bertanggung jawab dan
profesional, meskipun ada kesalahan dalam fakta pemberitaan tetap tidak boleh
dipidana.
Harus diakui bahwa belum
semua pers Indonesia dikelola secara profesional dan mampu melakukan
pemberitaan yang bertanggung jawab, banyak perusahaan pers yang mengeluarkan
berita-berita gosip dan pernyataan-pernyataan yang tidak benar atau bias. Di
lihat dari sisi lain kepentingan masyarakat, tentu saja pers yang tidak
berkualitas akan sangat merugikan karena tidak mendidik masyarakat dan sebagai
pembentuk opini publik, pers akan sangat berbahaya jika dimanfaatkan oleh
oknum-oknum tertentu yang memiliki tujuan-tujuan yang melanggar hukum.
Oleh karena itu jika
dipandang dari sudut pandang hukum pidana khususnya dalam RUU KUHP, hukum
secara seimbang telah mengatur antara kebebasan pers dan pertanggung jawaban
isi dari beritanya, dan perlu diingat bahwa pasal-pasal penghinaan dan fitnah
dalam RUU KUHP adalah pasal-pasal yang mengatur mengenai tindak pidana
penghinaan dan fitnah secara umum (general) jadi tidak hanya mengacu pada
pemberitaan pers saja. Justru dengan adanya pasal-pasal mengenai penghinaan dan
fitnah dalam RUU KUHP maka pers Indonesia didorong untuk menjadi lebih
profesional dan lebih bertanggung jawab dalam menerbitkan pemberitaan. Hal
tersebut karena pers selain mempunyai tugas untuk memberikan informasi secara
terbuka dan transparan terhadap masyarakat, pers juga memiliki tanggung jawab
untuk mendidik masyarakat dan untuk menjaga opini publik, yang rentan terhadap
situasi sosial politik di negara seperti Indonesia.
Akan tetapi ada yang perlu
dikritisi dalam pasal-pasal mengenai penghinaan dan fitnah RUU KUHP yaitu
mengenai pembuktian akan kebenaran tuduhan yang dibuat oleh terdakwa penghinaan
atau fitnah yang didasarkan atas kepentingan umum atau pembelaan diri.
Berdasarkan Pasal 512 Ayat (2) RUU KUHP pembuktian kebenaran tuduhan yang
dibuat oleh terdakwa penghinaan atau fitnah sepenuhnya tergantung pada
keputusan hakim, sedangkan seharusnya pembuktian mengenai apa yang dituduhkan
sebagai penghinaan atau fitnah harus dilakukan tanpa kecuali karena hal
tersebut merupakan bukti apakah si terdakwa benar melakukan tindak pidana atau
tidak.
Hal lain yang perlu
dikritisi adalah tidak efisiennya persidangan, karena sidang pembuktian akan
kebenaran tuduhan fitnah atau penghinaan pasti akan memakan waktu yang lama
sehingga asas peradilan yang cepat, dan biaya murah sulit untuk diterapkan
dalam kasus penghinaan dan fitnah.Sebagai penutup, kebebasan pers merupakan hal
yang mutlak untuk dijaga dan dijamin secara hukum. Namun demikian pers sebagai
bagian dari demokrasi harus memiliki profesionalisme dan tanggung jawab dalam
melakukan tugasnya. Oleh karena itu hukum berada ditengah masyarakat guna untuk
menciptakan keseimbangan antara demokrasi, kebebasan, dan tanggung jawab. Pers
tidak kebal hukum tetapi kebebasan pers tidak pernah terancam karena kebebasan
pers bukan merupakan kejahatan.
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan isi makalah diatas
dapat disimpulkan sebagai berikut:
· Pers adalah suatu wahana komunikasi
massa yang menjalankan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
berbagai media dan segala jenis saluran yang tersedia.
· Kebebasan pers tidak perlu dikekang, namun pers sebagai pihak yang memiliki kebebasan pers harus memiliki tanggung jawab serta profesionalitas dalam melaksanakan tugasnya, sehingga tidak ada lagi masalah hukum yang melibatkan kebebasan pers sebagai penyebab utama.
· Namun kebebasan pers juga perlu
diberikan pembatasan-pembatasan paling tidak melalui rambu hukum agar
pemberitaan yang dilakukan oleh pers tetap menjadi pemberitaan yang bertanggung
jawab
0 Komentar